Chat Box


Breaking News

Jumat, 20 November 2015

SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM

SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM




qKata-kata sumber dalam hukum Islam merupakan terjemah dari kata mashadir yang berarti wadah ditemukannya dan ditimbanya norma hukum. Sumber hukum Islam yang utama adalah Al Qur’an dan sunah. Selain menggunakan kata sumber, juga digunakan kata dalil yang berarti keterangan yang dijadikan bukti atau alasan suatu kebenaran. Selain itu, ijtihad, ijma’, dan qiyas juga merupakan sumber hukum karena sebagai alat bantu untuk sampai kepada hukum-hukum yang dikandung oleh Al Qur’an dan sunah Rasulullah SAW
Secara sederhana hukum adalah “seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat; disusun orang-orang yang diberi wewenang oleh masyarakat itu; berlaku mengikat, untuk seluruh anggotanya”. Bila definisi ini dikaitkan dengan Islam atau syara’ maka hukum Islam berarti: “seperangkat peraturan bedasarkan wahyu Allah SWT dan sunah Rasulullah SAW tentang tingkah laku manusia yang dikenai hukum (mukallaf) yang diakui dan diyakini mengikat semua yang beragama Islam”. Maksud kata “seperangkat peraturan” disini adalah peraturan yang dirumuskan secara rinci dan mempunyai kekuatan yang mengikat, baik di dunia maupun di akhirat.

A. Al Qur’an
Al Qur’an berisi wahyu-wahyu dari Allah SWT yang diturunkan secara berangsur-angsur (mutawattir) kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Al Qur’an diawali dengan surat Al Fatihah, diakhiri dengan surat An Nas. Membaca Al Qur’an merupakan ibadah.
Al Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap muslim berkewajiban untuk berpegang teguh kepada hukum-hukum yang terdapat di dalamnya agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT, yaitu menngikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala larangnannya
Al Qur’an memuat berbagai pedoman dasar bagi kehidupan umat manusia.
a. Tuntunan yang berkaitan dengan keimanan/akidah, yaitu ketetapan yantg berkaitan dengan iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhir, serta qadha dan qadar
b. Tuntunan yang berkaitan dengan akhlak, yaitu ajaran agar orang muslim memilki budi pekerti yang baik serta etika kehidupan.
c. Tuntunan yang berkaitan dengan ibadah, yakni shalat, puasa, zakat dan haji.
d. Tuntunan yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia dalam masyarakat
Isi kandungan Al Qur’an dilihat dari segi kuantitas dan kualitas.
1. Segi Kuantitas
Al Quran terdiri dari 30 Juz, 114 surat, 6.236 ayat, 323.015 huruf dan 77.439 kosa kata

2. Segi Kualitas
Isi pokok Al Qur’an (ditinjau dari segi hukum) terbagi menjadi 3 (tiga) bagian:
a. Hukum yang berkaitan dengan ibadah: hukum yang mengatur hubungan rohaniyah dengan Allah SWT dan hal – hal lain yang berkaitan dengan keimanan. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid atau Ilmu Kalam
b. Hukum yang berhubungan dengan Amaliyah yang mengatur hubungan dengan Allah, dengan sesama dan alam sekitar. Hukum ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum syariat. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fiqih
c. Hukum yang berkaitan dngan akhlak. Yakni tuntutan agar setiap muslim memiliki sifat – sifat mulia sekaligus menjauhi perilaku – perilaku tercela.
Bila ditinjau dari Hukum Syara terbagi menjadi dua kelompok:
a. Hukum yang berkaitan dengan amal ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji, nadzar, sumpah dan sebagainya yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan tuhannya.
b. Hukum yang berkaitan dengan amal kemasyarakatan (muamalah) seperti perjanjian perjanjian, hukuman (pidana), perekonomian, pendidikan, perkawinan dan lain sebagainya.
Hukum yang berkaitan dengan muamalah meliputi:
1. Hukum yang berkaitan dengan kehidupan manusia dalam berkeluarga, yaitu perkawinan dan warisan
2. Hukum yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu yang berhubungan dengan jual beli (perdagangan), gadai-menggadai, perkongsian dan lain-lain. Maksud utamanya agar hak setiap orang dapat terpelihara dengan tertib
3. Hukum yang berkaitan dengan gugat menggugat, yaitu yang berhubungan dengan keputusan, persaksian dan sumpah
4. Hukum yang berkaitan dengan jinayat, yaitu yang berhubungan dengan penetapan hukum atas pelanggaran pembunuhan dan kriminalitas
5. Hukum yang berkaitan dengan hubungan antar agama, yaitu hubungan antar kekuasan Islam dengan non-Islam sehingga tercpai kedamaian dan kesejahteraan.
6. Hukum yang berkaitan dengan batasan pemilikan harta benda, seperti zakat, infaq dan sedekah.
Ketetapan hukum yang terdapat dalam Al Qur’an ada yang rinci dan ada yang garis besar. Ayat ahkam (hukum) yang rinci umumnya berhubungan dengan masalah ibadah, kekeluargaan dan warisan. Pada bagian ini banyak hukum bersifat ta’abud (dalam rangka ibadah kepada Allah SWT), namun tidak tertutup peluang bagi akal untuk memahaminya sesuai dengan perubahan zaman. Sedangkan ayat ahkam (hukum) yang bersifat garis besar, umumnya berkaitan dengan muamalah, seperti perekonomian, ketata negaraan, undang-undang sebagainya. Ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan masalah ini hanya berupa kaidah-kaidah umum, bahkan seringkali hanya disebutkan nilai-nilainya, agar dapat ditafsirkan sesuai dengan perkembangan zaman.
Selain ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan hukum, ada juga yang berkaitan dengan masalah dakwah, nasehat, tamsil, kisah sejarah dan lain-lainnya. Ayat yang berkaitan dengan masalah-masalah tersebut jumlahnya banyak sekali.
B. Hadits
Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Qur’an. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam haditsnya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT: (lihat Al-Qur’an onlines di google)
Artinya: “ … Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, …” (QS Al Hasyr : 7)
Perintah meneladani Rasulullah SAW ini disebabkan seluruh perilaku Nabi Muhammad SAW mengandung nilai-nilai luhur dan merupakan cerminan akhlak mulia. Apabila seseorang bisa meneladaninya maka akan mulia pula sikap dan perbutannya. Hal tersebut dikarenakan Rasulullah SAW memilki akhlak dan budi pekerti yang sangat mulia. Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua, juga dinyatakan oleh Rasulullah SAW:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوْا اَبَدًا كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةُ رَسُوْلِهِ ( رواه همام ما لك)
Artinya: “Aku tinggalkan dua perkara untukmu seklian, kalian tidak akan sesat selama kalian berpegangan kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunah rasulnya”. (HR Imam Malik)
Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua memilki kedua fungsi sebagai berikut.
Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al Qur’an, sehingga kedunya (Al Qur’an dan Hadits) menjadi sumber hukum untuk satu hal yang sama. Misalnya Allah SWT didalam Al Qur’an menegaskan untuk menjauhi perkataan dusta, sebagaimana ditetapkan dalam firmannya : (lihat Al-Qur’an onlines di google)
Artinya: “…Jauhilah perbuatan dusta…” (QS Al Hajj : 30)
Ayat diatas juga diperkuat oleh hadits-hadits yang juga berisi larangan berdusta.
1. Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang masih bersifat umum. Misalnya, ayat Al Qur’an yang memerintahkan shalat, membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji, semuanya bersifat garis besar. Seperti tidak menjelaskan jumlah rakaat dan bagaimana cara melaksanakan shalat, tidak merinci batas mulai wajib zakat, tidak memarkan cara-cara melaksanakan haji. Rincian semua itu telah dijelaskan oelh rasullah SAW dalam haditsnya. Contoh lain, dalam Al Qur’an Allah SWT mengharamkan bangkai, darah dan daging babi. Firman Allah sebagai berikut: (lihat Al-Qur’an onlines di google)
Artinya: “Diharamkan bagimu bangkai, darah,dan daging babi…” (QS Al Maidah : 3)
Dalam ayat tersebut, bangkai itu haram dimakan, tetap tidak dikecualikan bangkai mana yang boleh dimakan. Kemudian datanglah hadits menjelaskan bahwa ada bangkai yang boleh dimakan, yakni bangkai ikan dan belalang. Sabda Rasulullah SAW:
اُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَ دَمَانِ, فَامَّا الْمَيْتَتَانِ : الْحُوْتُ وَالْجَرَادُ, وَاَمَّا
الدَّمَانِ : فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالِ ( رواه ابن الماجه و الحاكم)
Artinya: “Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalalng, sedangkan dua macam darah adalah hati dan limpa…” (HR Ibnu Majjah)
2. Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam Al Qur’an. Misalnya, cara menyucikan bejana yang dijilat anjing, dengan membasuhnya tujuh kali, salah satunya dicampur dengan tanah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
طُهُوْرُ اِنَاءِ اَحَدِكُمْ اِذَا وَلِغَ فِيْهِ الْكَلْبُ اَنْ يُغْسِلَ سَبْعَ مَرَّاتٍ اَوْلَهِنَّ بِالتُّرَابِ ( رواه مسلم و هحمد و هبو داود و البيهقى)
Artinya: “Mennyucikan bejanamu yang dijilat anjing adlah dengan cara membasuh sebanyak tujuh kali salah satunya dicampur dengan tanah” (HR Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Baihaqi)
Hadits menurut sifatnya mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
1. Hadits Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat, dan tidak janggal. Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshohehan suatu hadits
2. Hadits Makbul, adalah hadits-hadits yang mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima sebagai Hujjah. Yang termasuk Hadits Makbul adalah Hadits Shohih dan Hadits Hasan
3. Hadits Hasan, adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, tapi tidak begitu kuat ingatannya (hafalannya), bersambung sanadnya, dan tidak terdapat illat dan kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan termasuk hadits yang makbul biasanya dibuat hujjah untuk sesuatu hal yang tidak terlalu berat atau tidak terlalu penting
4. Hadits Dhoif, adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits dhoif banyak macam ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau hasan yang tidak dipenuhi
Adapun syarat-syarat suatu hadits dikatakan hadits yang shohih, yaitu:
1. Rawinya bersifat adil
2. Sempurna ingatan
3. Sanadnya tidak terputus
4. Hadits itu tidak berilat, dan
5. Hadits itu tidak janggal
C. Ijtihad
Ijtihad ialah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu masalah yang tidak ada ketetapannya, baik dalam Al Qur’an maupun Hadits, dengan menggunkan akal pikiran yang sehat dan jernih, serta berpedoman kepada cara-cara menetapkan hukum-hukumyang telah ditentukan. Hasil ijtihad dapat dijadikan sumber hukum yang ketiga. Hasil ini berdasarkan dialog nabi Muhammad SAW dengan sahabat yang bernama muadz bin jabal, ketika Muadz diutus ke negeri Yaman. Nabi SAW, bertanya kepada Muadz,” bagaimana kamu akan menetapkan hukum kalau dihadapkan pada satu masalah yang memerlukan penetapan hukum?”, muadz menjawab, “Saya akan menetapkan hukumdengan Al Qur’an, Rasul bertanya lagi, “Seandainya tidak ditemukan ketetapannya di dalam Al Qur’an?” Muadz menjawab, “Saya akan tetapkan dengan Hadits”. Rasul bertanya lagi, “seandainya tidak engkau temukan ketetapannya dalam Al Qur’an dan Hadits”, Muadz menjawab” saya akan berijtihad dengan pendapat saya sendiri” kemudian, Rasulullah SAW menepuk-nepukkan bahu Muadz bi Jabal, tanda setuju. Kisah mengenai Muadz ini menajdikan ijtihad sebagai dalil dalam menetapkan hukum Islam setelah Al Qur’an dan hadits.
Untuk melakukan ijtihad (mujtahid) harus memenuhi bebrapa syarat berikut ini:
1. mengetahui isi Al Qur’an dan Hadits, terutama yang bersangkutan dengan hukum
2. memahami bahasa arab dengan segala kelengkapannya untuk menafsirkan Al Qur’an dan hadits
3. mengetahui soal-soal ijma
4. menguasai ilmu ushul fiqih dan kaidah-kaidah fiqih yang luas.
Islam menghargai ijtihad, meskipun hasilnya salah, selama ijtihad itu dilakukan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Dalam hubungan ini Rasulullah SAW bersabda:
اِذَا حَكَمَ الْحَاكِمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ اَصَابَ فَلَهُ اَجَرَانِ وَ اِذَا حَكَمَ وَاجْتَهَدَ ثُمَّ اَخْطَأَ فَلَهُ اَجْرٌ ( رواه البخارى و مسلم )
Artinya: “Apabila seorang hakim dalam memutuskan perkara melakukan ijtihad dan ternyata hasil ijtihadnya benar, maka ia memperoleh dua pahala dan apabila seorang hakim dalam memutuskan perkara ia melakukan ijtihad dan ternyata hasil ijtihadnya salah, maka ia memperoleh satu pahala.” (HR Bukhari dan Muslim)
Islam bukan saja membolehkan adanya perbedaan pendapat sebagai hasil ijtihad, tetapi juga menegaskan bahwa adanya beda pendapat tersebut justru akan membawa rahmat dan kelapangan bagi umat manusia. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:
…اِخْتِلاَ فِ اُمَّتِيْ رَحْمَةٌ (رواه نصر المقدس)
Artinya: ”… Perbedaan pendapat di antara umatku akan membawa rahmat” (HR Nashr Al muqaddas)
Dalam berijtihad seseorang dapat menmpuhnya dengan cara ijma’ dan qiyas. Ijma’ adalah kese[akatan dari seluruh imam mujtahid dan orang-orang muslim pada suatu masa dari beberapa masa setelah wafat Rasulullah SAW. Berpegang kepada hasil ijma’ diperbolehkan, bahkan menjadi keharusan. Dalilnya dipahami dari firman Allah SWT: (lihat Al-Qur’an onlines di google)
Artinya: “Hai orang-oran yang beriman, taatilah Allah dan rasuknya dan ulil amri diantara kamu….” (QS An Nisa : 59)
Dalam ayat ini ada petunjuk untuk taat kepada orang yang mempunyai kekuasaan dibidangnya, seperti pemimpin pemerintahan, termasuk imam mujtahid. Dengan demikian, ijma’ ulam dapat menjadi salah satu sumber hukum Islam. Contoh ijam’ ialah mengumpulkan tulisan wahyu yang berserakan, kemudian membukukannya menjadi mushaf Al Qur’an, seperti sekarang ini
Qiyas (analogi) adalah menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada hukumnya dengan kejadian lain yang sudah ada hukumnya karena antara keduanya terdapat persamaan illat atau sebab-sebabnya. Contohnya, mengharamkan minuman keras, seperti bir dan wiski. Haramnya minuman keras ini diqiyaskan dengan khamar yang disebut dalam Al Qur’an karena antara keduanya terdapat persamaan illat (alasan), yaitu sama-sama memabukkan. Jadi, walaupun bir tidak ada ketetapan hukmnya dalam Al Qur’an atau hadits tetap diharamkan karena mengandung persamaan dengan khamar yang ada hukumnya dalam Al Qur’an.
Sebelum mengambil keputusan dengan menggunakan qiyas maka ada baiknya mengetahui Rukun Qiyas, yaitu:
1. Dasar (dalil)
2. Masalah yang akan diqiyaskan
3. Hukum yang terdapat pada dalil
4. Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang diqiyaskan
Bentuk Ijtihad yang lain
• Istihsan/Istislah, yaitu mentapkan hukum suatu perbuatan yang tidak dijelaskan secara kongret dalam Al Qur’an dan hadits yang didasarkan atas kepentingan umum atau kemashlahatan umum atau unutk kepentingan keadilan
• Istishab, yaitu meneruskan berlakunya suatu hukum yang telah ada dan telah ditetapkan suatu dalil, sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan dari hukum tersebut
• Istidlal, yaitu menetapkan suatu hukum perbuatan yang tidak disebutkan secara kongkret dalam Al Qur’an dan hadits dengan didasarkan karena telah menjadi adat istiadat atau kebiasaan masyarakat setempat. Termasuk dalam hal ini ialah hukum-hukum agama yang diwahyukan sebelum Islam. Adat istiadat dan hukum agama sebelum Islam bisa diakui atau dibenarkan oleh Islam asalkan tidak bertentangan dengan ajaran Al Qur’an dan hadits
• Maslahah mursalah, ialah maslahah yang sesuai dengan maksud syarak yang tidak diperoeh dari pengajaran dalil secara langsung dan jelas dari maslahah itu. Contohnya seperti mengharuskan seorang tukang mengganti atau membayar kerugian pada pemilik barang, karena kerusakan diluar kesepakatan yang telah ditetapkan.
• Al ‘Urf, ialah urursan yang disepakati oelh segolongan manusia dalam perkembangan hidupnya
• Zara’i, ialah pekerjaan-pekerjaan yang menjadi jalan untuk mencapai mashlahah atau untuk menghilangkan mudarat.
D. Pembagian Hukum dalam Islam
Hukum dalam Islam ada lima yaitu:
a. Wajib, yaitu perintah yang harus dikerjakan. Jika perintah tersebut dipatuhi (dikerjakan), maka yang mebgerjakannya akan mendapat pahala, jika tidak dikerjakan maka ia akan berdosa
b. Sunah, yaitu anjuran. Jika dikerjakan dapat pahala, jika tidak dikerjakan tidak berdosa
c. Haram, yaitu larangan keras. Kalau dikerjakan berdosa jika tidak dikerjakan atau ditinggalkan mendapat pahala, sebagaiman dijelaskan oleh nabi Muhammad SAW dalam sebuah haditsnya yang artinya:
Jauhilah segala yang haram niscaya kamu menjadi orang yang paling beribadah. Relalah dengan pembagian (rezeki) Allah kepadamu niscaya kamu menjadi orang paling kaya. Berperilakulah yang baik kepada tetanggamu niscaya kamu termasuk orang mukmin. Cintailah orang lain pada hal-hal yang kamu cintai bagi dirimu sendiri niscaya kamu tergolong muslim, dan janganlah terlalu banyak tertawa. Sesungguhnya terlalu banyak tertawa itu mematikan hati. (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
d. Makruh, yaitu larangan yang tidak keras. Kalau dilanggar tidak dihukum (tidak berdosa), dan jika ditinggalkan diberi pahala
e. Mubah, yaitu sesuatu yang boleh dikerjakan dan boleh pula ditinggalkan. Kalau dikerjakan tidak berdosa, begitu juga kalau ditinggalkan.
Dalil fiqih adalah Al Qur’an, hadits, ijma’ mujtahidin dan qiyas. Sebagian ulama menambahkan yaitu istihsan, istidlal, ‘urf dan istishab.
Hukum-hukum itu ditinjau dari pengambilannya terdiri atas empat macam.
1. Hukum yang diambil dari nash yang tegas, yakni adanya dan maksudnya menunjukkan kepada hukum itu
Hukum seperti ini tetap, tidak berubah dan wajib dijalankan oleh seluruh kaum muslim, tidak seorangpun berhak membantahnya. Seperti wajib shalat lima waktu, zakat, puasa, haji dan syarat syah jual beli dengan rela. Imam syafi’ie berpendapat apabila ada ketentuan hukum dari Allah SWT, pada suatu kejadian, setiap muslim wajib mengikutinya.
2. Hukum yang diambil dari nash yang tidak yakin maksudnya terhadap hukum-hukum itu.
Dalam hal seperti ini terbukalah jalan mujtahid untuk berijtihad dalam batas memahami nas itu. Para mujtahid boleh mewujudkan hukum atau menguatkan salah satu hukum dengan ijtihadnya. Umpamanya boleh atau tidakkah khiar majelis bagi dua orang yang berjual beli, dalam memahami hadits:
اَلْبَيْعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقاً
Dua orang yang jual beli boleh memilih antara meneruskan jual beli atau tidak selama keduanya belum berpisah
Kata “berpisah” yang dimaksud dalam hadits ini mungkin berpisah badan atau pembicaraan, mungkin pula ijab dan kabul. Sperti wajib menyapu semua kepala atau sebagian saja ketika wudhu’, dalam memahami ayat:
Artinya: “Dan sapulah kepalamu” (QS Al Maidah : 6)
Juga dalam memahami hadits tidak halal binatang yang disembelih karena semata-mata tidak membaca basmalah.
مَا اَنْهَرَ الدَّ مَ وَ ذُ كِرَ اِسْمَ اللهِ عَلَيْهِ
Alat apapun yang dapat mengalirkan darah dan disebutkan padanya nama Allah.
3. Hukum yang tidak ada nas, baik secara qa’i (pasti) maupun zanni (dugaan), tetapi pada suatu masa telah sepakat (ijma’) mujtahidin atas hukum-hukumnya
Seperti bagian kakek seperenam, dan batalnya perkawinan seorang muslimah dengan laki-laki non muslim. Di sini tidak ada jalan untuk ijtihad, bahkan setiap muslim wajib mengakui untuk menjalankannya. Karena hukum yang telah disepakati oleh mujtahdidin itu adalah hukum untuk seluruh umat, dan umat itu menurut Rasulullah SAW tidak akan sepakat atas sesuatu yang sesat. Mujtahidin merupakan ulil amri dalam mempertimbangkan, sedangkan Allah SWT menyuruh hambanya menaati ulil amri. Sungguhpun begitu, kita wajib betul-betul mengetahui bahwa pada huku itu telah terjadi ijma’ (sepakat) ulama mujtahidin. Bukan hanya semata-mata hanyan didasarkan pada sangkaan yang tidak berdasarkan penelitian.
4. Hukum yang tidak ada dari nas, baik qat’i ataupun zanni, dan tidak pula ada kesepakatan mujtahidin atas hukum itu.
Seperti yang banyak terdapat dalam kitab-kitab fiqih mazhab. Hukum seperti ini adalah hasil pendapat seorang mujtahid. Pendapat menurut cara yang sesuai denngan akal pikirannya dan keadaan lingkungannya masing-masing diwaktu terjadinya peristiwa itu. Hukum-hukum seperti itu tidak tetap, mungkin berubah dengan berubahnya keadaan atau tinjauannya masing-masing. Maka mujtahid dimasa kini atau sesduahnya berhak membantah serta menetapkan hukum yang lain. Sebagaimana mujtahid pertama telah memberi (menetapkan) hukum itu sebelumnya. Ia pun dapat pula mengubah hukum itu dengan pendapatnya yang berbeda dengan tinjauan yang lain, setelah diselidiki dan diteliti kembali pada pokok-pokok pertimbangannya. Hasil ijtihad seperti ini tidak wajib dijalankan oleh seluruh muslim. Hanya wajib bagi mujtahid itu sendiri dan bagi orang-orang yang meminta fatwa kepadanya, selama pendapat itu belum diubahnya.

Sumber : https://hbis.wordpress.com/
Read more ...

Zakat, Wakaf, Haji dan Umrah

A.      Zakat
1.       Pengertian dan Hukum
a.       Zakat menurut bahasa artinya bersih, tumbuh dan terpuji
b.      Menurut istilah, zakat adalah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh seseorang kepada orang-orang  yang berhak menerimanya (mustahik) dengan beberapa ketentuan, bertujuan untuk mensucikan harta / jiwa.
c.       Hukum membayar zakat adalah WAJIB bagi orang yang terpenuhi persyaratannya

2.       8 Golongan yang berhak menerima zakat
a.       Fakir           : orang yang tidak punya harta dan tidak memiliki pekerjaan
b.      Miskin         : keluarga pra sejahtera/ memiliki pekerjaan dan harta tapi masih kurang mencukupi                            untuk kebutuhan hidupnya
c.       Amil           : pengurus harta penerimaan zakat
d.      Muallaf        : orang yang baru masuk Islam
e.      Riqab          : memerdekakan budak yang beriman pada Allah swt.
f.        Garim        : orang yang banyak hutang, tapi tidak dalam maksiat pada Allah
g.       Sabilillah    : perjuangan di jalan Allah swt./ sekolah, panti asuhan dll
h.      Ibnu sabil    : musafir yang kehabisan bekal dan tidak dalam perjalanan maksiat

3.       Pembagian Zakat
a.       Zakat Fitrah
Ciri zakat fitrah adalah :
1)      zakat pribadi yang dikeluarkan pada sebelum shalat iedul fitri
2)      hukumnya wajib dikeluarkan oleh setiap orang yang masih hidup sampai malam idul fitri dan mempunyai kelebihan bahan makanan
3)      Bentuknya adalah bahan makanan pokok perjiwa 2,5 Kg beras/ makanan pokok yang lain senilai 2,5 kg beras
4)      Tujuannya adalah untuk mensucikan jiwa
5)      Adapun batas maksimal membayarkannya adalah sebelum sholat Ied

b.      Zakat Maal
1)      Zakat harta yang wajib dibayarkan oleh seseorang yang sudah mencapai nisab dan haul. Tujuannya adalah untuk mensucikan harta.
Nisab adalah batas minimal jumlah kepemilikan harta
Haul adalah batas waktu penyimpanan harta
2)      Syarat wajib zakat mal
a)  Islam
b) merdeka
c)  harta itu milik sendiri
d) cukup haul
e) cukup nisab


3)      Rukun zakat mal
a)   Muzaki [orang yang mengeluarkan zakat]
b)   Mustahik [penerima zakat]
c)    Harta yang dizakati dan dizakatkan
d)   Sighot ijab qobul

4)      Tabel Zakat Maal
NO
Zakat Mal
Nisab
Jml Zakat
Waktu Zakat
1
Emas
93,6 gram emas 24 karat
2,5 %
Setelah dimiliki selama 1 tahun
2
Perak
624 gram perak murni
2,5 %
Setelah dimiliki selama 1 tahun
3
Uang
Seharga emas 93,6 gr
2,5 %
Setelah dimiliki selama 1 tahun
4
Hasil Bumi
(zakat Zuru’)
5 wasaq/
750 Kg/
930 liter
10% jika pengairannya dengan air hujan

5% jika pengairannya dengan biaya
Pada waktu panen
5
Unta
5 – 9 ekor
1 ekor kambing umur 2 th lebih
Setelah dimiliki selama 1 tahun
6
Kerbau/ sapi
30-39
1 ekor anak sapi/kerbau 1 th lebih
Setelah dimiliki selama 1 tahun
7
Kambing
40-120
1 ekor kambing betina 2 th lebih
Setelah dimiliki selama 1 tahun
8
Perusahaan perniagaan
Seharga 93,6 gr emas
2,5 %
Setelah dimiliki selama 1 tahun
9
Harta rikaz/ temuan/ karun
Tidak dibatas
20%
Pada waktu menemukannya


B.      Haji dan Umrah
Tabel Haji dan Umrah
No
Jenis materi
Haji
Umrah
1
Pengertian
sengaja mengunjungi baitulah di Mekah dengan niat beribadah kepada Allah pada waktu tertentu, serta dengan syarat-syarat dan cara tertentu
mengunjungi baitullah dengan niat ibadah dengan syarat dan rukun tertentu,tetapi waktunya adalah sepanjang tahun
2
Hukum
fardhu’ain bagi orang islam yang sudah memenuhi syarat-syaratnya
tatowwu’/ mutabahah(artinya sangat baik dan mendapat pahala besar)
3
Syarat
a)      Islam
b)      Berakal
c)       Baligh/dewasa
d)      Merdeka
e)      Kuasa/mampu
a)      Islam
b)      Berakal
c)       Baligh/dewasa
d)      Merdeka
e)      Kuasa/mampu

4
Rukun
a)      Ihrom
b)      Wukuf
c)       Tawaf
d)      Sa’i
e)      Tahalul
f)       Tertib
a)      Ihrom
b)      Tawaf
c)       Sa’i
d)      Tahalul
e)      Tertib

Penjelasan Rukun Haji / Umrah
1.       Ihram, yaitu berniat menunaikan haji dengan memakai kain putih tidak berjahit dari miqatnya. Miqat ada 2:
a.    Miqat zamani, yaitu batas waktu dibolehkannya mulai ikhram, yaitu mulai bulan syawal sampai terbit fajar tgl 10 dzulhijjah
b.    Miqat makani, yaitu batas tempat dimana para calon haji wajib memulai memakai baju ihram. Bagi jamaah haji yang dari Indonesia dimulai pada bukit yalamlam
2.       Wukuf, adalah berhenti di padang arafah sejak tergelincirnya matahari tanggal 9 dzulhijjah sampai terbit fajar 10 dzulhijjah
3.       Tawaf, yaitu mengelilingi ka’bah 7 kali. Dalam melaksanakan thawaf, tidak perlu dengan niat sendiri karena sudah terkandung dalam ihram
4.       Sa’i, Sa’i ialah berlari-lari kecil antara bukit Shofa dan Marwa sebanyak tujuh kali
5.       Tahalul, ialah mencukur atau menggunting rambut kepala sebagai tanda telah bebas dari larangan-larangan haji atau umrah. Sedikitnya 3 helai rambut.

C.      Wakaf
1.       Pengertian
menahan sesuatu benda yang kekal zatnya, untuk diambil manfaatnya untuk kebaikan dan kemajuan Islam. Menahan suatu benda yang kekal zatnya, artinya tidak dijual dan tidak diberikan serta tidak pula diwariskan, tetapi hanya disedekahkan untuk diambil manfaatnya saja.

2.       Syarat
a.    Diwakafkan untuk selama-lamanya, tidak terbatas waktu tertentu
b.    Tunai tanpa menggantungkan pada suatu peristiwa di masa yang akan datang. Misalnya, “Saya wakafkan bila dapat keuntungan yang lebih besar dari usaha yang akan datang”.
c.     Jelas mauquf alaih nya (orang yang diberi wakaf) dan bisa dimiliki barang yang diwakafkan (mauquf) itu

3.       Rukun
a.    Orang yang berwakaf (wakif)
b.    Sesuatu (harta) yang diwakafkan (mauquf)
c.     Mauquf ‘alaih (penerima wakaf)
d.    Akad, misalnya: “Saya wakafkan ini kepada masjid.”

4.       Dalil yang mendukung wakaf

قال رسول الله صلى الله عليه      وسلم :  إِذَا  مَاتَ ابْنُ اٰدَم اِنْقَطَعَ  
عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ, صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ,  اَوْ عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ, اَوْ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُ 

 لَــهُ
Rasulullah bersabda : jika manusia mati maka terputuslah semua amalannya di dunia kecuali 3 hal, yaitu sodaqoh jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak soleh yang mau mendoakan orang tuanya.



Sumber : http://paismapa.blogspot.co.id/
Read more ...

Pengertian Khotbah, Tabligh, dan Dakwah


KHOTBAH, TABLIGH DAN DAKWAH


A.    KHUTBAH

Khutbah merupakan kegiatan berdakwah atau mengajak orang lain untuk meningkatkan kualitas takwa dan memberi nasihat yang isinya merupakan ajaran agama. Khotbah yang sering dilakukan dan dikenal luas dikalangan umat Islam adalah khotbah Jum’at yang dilaksanakan setiap hari Jum’at dan Khotbah dua hari raya, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Orang yang memberikan materi khotbah disebut Khatib.

Pengertian khotbah Jum’at ialah khotbah yang dilakukan sebelum shalat berjamaah dua rakaat pada waktu dzuhur dihari Jum’at. Jumhur ulama telah sepakat bahwa khotbah shalat Jum’at hukumnya wajib.


a.      Khatib Jum’at

Sebelum mengerjakan shalat Jum’at terlebih dahulu harus dilaksanakan khotbah (dua khotbah) yang disampaikan oleh khatib.
Adapun syarat khatib adalah sebagai berikut :
1.      khatib suci dari hadats kecil dan besar/berpakaian rapi, sopan dan baik
2.      khatib suci dari najis baik ditubuh, pakaian maupun tempat/berpakaian rapi, sopan dan baik
3.      khatib menutup aurat seperti shalat
4.      khatib berdiri jika mampu
5.      khatib duduk diantara dua khutbah
6.      mengetahui syarat, rukun dan sunah khotbah Jum’at
7.      fasih dalam melafalkan ayat Alquran dan hadis
8.      suaranya jelas, keras, dapat didengar oleh seluruh jamaah dan dengan bahasa yang mudah dipahami
9.      balig dan memiliki akhlak yang baik.

b.      Syarat Khotbah Jum’at

Khotbah Jum’at memiliki syarat-syarat, antara lain sebagai berikut:
1.      khotbah harus dilaksanakan dalam bangunan yang dipakai untuk Shalat Jum’at
2.      khotbah disampaikan khatib dengan berdiri (jika mampu) dan terlebih dahulu memberi salam
3.      khotbah dibawakan agak cepat, namun teratur dan tertib. Salah satu bentuk pelaksanaan khotbah yang tertib adalah mengikuti sebagaimana contoh hadits berikut:
كاَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَخْطُبُ قَائِمًا وَيَجْلِسُ بَيْنَ الْخُطْبَتَيْنِ
Artinya:
“Rasulullah saw. berkhotbah dengan berdiri dan beliau duduk di antara dua khotbah.”  (H.R. Jamaah, kecuali Bukhari dan Turmuzi)
4.      khutbah pertama bersambung dengan khutbah kedua
5.      khutbah kedua bersambung dengan shalat Jumat
6.      rukun khotbah dibaca dengan bahasa Arab, sedangkan materi khutbahnya dapat menggunakan bahasa setempat
7.      khutbah yang disampaikan dengan suara yang lantang dan tegas, namun tanpa suara yang kasar.
8.      khutbah itu didengarkan/dihadiri oleh minimal 40 orang yang wajib atasnya shalat Jumat (mazhab Asy-Syafi’i)
9.      khutbah dilaksanakan setelah tergelincir matahari (masuk waktu dzuhur) dan dilaksanakan sebelum shalat Jum’at.
 


c.       Rukun Khotbah Jum’at

Rukun khotbah harus dilakukan dengan tertib. Apabila rukun khotbah tidak dilaksanakan dengan tertib, maka akan menjadikan shalat Jum’at tersebut tidak sah. Adapun rukun khotbah tersebut adalah sebagai berikut:
1.      membaca hamdalah
2.      membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW
3.      membaca syahadatain, yaitu syahadat tauhid dan syahadat rasul
4.      berwasiat atau memberi nasihat tentang ketakwaan dan menyampaikan ajaran Islam tentang akidah, syariah atau muamalat
5.      membaca sebagian ayat Alquran pada salah satu dari dua khutbah (sebaiknya di khutbah pertama)
6.      mendoakan umat Islam pada salah satu dari dua khutbah (sebaiknya dikhutbah kedua).


d.      Sunah Khotbah Jum’at

Ketika menyampaikan khotbah Jum’at, ada hal-hal yang termasuk ke dalam sunah-sunah khotbah Jum’at. Sunah khotbah Jum’at adalah sebagai berikut:
1.      khotbah disampaikan di atas mimbar atau di tempat yang sedikit lebih tinggi dari jamaah shalat Jum’at
2.      khatib menyampaikan khotbah dengan kalimat yamh jelas, terang, fasih, berurutan, sistematik, mudah dipahami dan tidak terlalu panjang atau terlalu pendek
3.      khatib selalu menghadap kea rah jamaah
4.      khatib memberi salamk pada awal jamaah
5.      khatib hendaklah duduk sebentar di kursi mimbar setelah mengucapkan salam dan pada waktu adzan disuarakan
6.      khatib membaca surat Al Ikhlas ketika duduk di antara dua khotbah
7.      khatib menertibkan rukun khotbah, terutama shalawat Nabi Muhammad saw. dan wasiat takwa terhadap jamaah.

e.       Fungsi Khotbah Jum’at

Khotbah Jum’at sebenarnya memiliki banyak sekali fungsi, baik bagi muslim secara individu maupun secara social kemasyarakatan, antara lain sebagai berikut:
1.      memberi pengajaran kepada jamaah mengenai bacaan dalam rukun khotbah, terutama bagi jamaah yang kurang memahami bahasa Arab
2.      mendorong jamaah untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah
3.      mengajak jamaah untuk selalu berjuang menggiatkan dan membudayakan syarat Islam dalam masyarakat
4.      mengajak jamaah untuk selalu berusaha meningkatkan amar makruf nahi munkar
5.      menyampaikan informasi mengenai perkembangan ilmu pengetahuan dan hal-hal lain yang bersifat actual kepada jamaah
6.      merupakan kesempurnaan shalat Jum’at karena skalat Jum’at hanya dua rakaat
7.      mengingatkan kaum muslim agar lebih meningkatkan iaman dan takwa kepada Allah AWT
8.      mengingatkan kaum muslim agar lebih meningkatkan amal saleh dan lebih memerhatikan mereka yang kurang mampu untuk menegakkan keadilan dan kesejahteraan dalam masyarakat
9.      mengingatkan kaum muslim agar lebih meningkatkan akhlakul karimah dalam kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa dan bernegara
10.  mengingatkan kaum muslim agar lebih meningkatkan kemauan untuk menuntut ilmu pengetahuan dan wawasan keagamaan
11.  mengingatkan kaum muslim agar meningkatkan ukhuwah Islamiah dan membantu sesama muslim
12.  mengingatkan kaum muslim agar rajin dan giat bekerja untuk mengejar kemajuan dalam mencapai kehidupan dunia dan akhirat yang sempurna
13.  mengingatkan kaum muslim mengenai ajarn Islam, baik perintah maupun larangan yang terdapat didalamnya.


  1. Menyusun Naskah Khotbah
Dalam menuyusun naskah khotbah dibagi dalam tiga bagian, yaitu sebagai berikut:
1.      Pendahuluan yang berisi hamdalah, syahadat, shalawat Nabi dan wasiat takwa.
2.      Penyampaian materi khotbah, yang didalamnya ada ayat suci Al-Quran.
3.      Penutup yang berisi hamdalah, syahadat, shalawat Nabi dan doa.


Pada waktu khutbah jum’at, memang diharamkan berbicara. Karena itu kalau ingin menyelenggarakan shalat jum’at yang kebanyakan dihadiri oleh anak-anak, perlu penanganan khusus sebelumnya. Pelajaran shalat yang pertama kali buat anak-anak itu bukan bagaimana bacaan shalat atau gerakannya, tetapi bagaimana adab berada di masjid. Pendidikan adab di dalam masjid ini harus bisa menjadi anak-anak itu bisa tenang di dalam masjid, baik saat shalat jum’at, atau pun shalat lainnya. Dan jangan sekali-kali melepas anak masuk ke masjid sebelum dia dinyatakan lulus dalam pendidikan adab di dalam masjid.
Rasullah SAW memang memerintahkan agar kita menyuruh anak usia 7 tahun untuk shalat, tetapi bukan dimulai dari masjid. Jadi jangan langsung dibawa ke masjid, sementara anak itu belum dibekali dengan adab-adab berada di masjid. Ini kesalahan paling fundamental dari kebanyakan kita, yaitu kita hanya membekali mereka dengan gerakan dan bacaan shalat, tetapi tidak pernah memastikan bahwa anak itu sudah punya bekal tentang adab-adab berada di masjid. Sehingga masjid menjadi riuh dan bising dengan kehadiran mereka. Maka anak-anak itu perlu mendapat terapi dan pelatihan  yang sangat mendasar tentang adab berada di masjid. Entah bagaimana cara dan tekniknya, mereka harus diajarkan bagaimana masuk masjid dan beribadah dengan tenang, khusyu” dan tidak bersuara saat khutbah disampaikan. Sekedar memarahi dan melarang mereka untuk tidak ribut dan dilakukan hanya saat khutbah jum’at adalah pekerjaan yang sia-sia, bahkan menghilangkan pahala jum’at. 


               
B.     TABLIGH


Tabligh sendiri berarti menyampaikan. Dari kata ballagha-yuballighu.Tabligh adalah penyampaian atau ceramah keagamaan yang berupaya mengajak manusia untuk berbuat kebaikan dan mencegah dari kemunkaran. Tabligh merupakan salah satu bentuk dakwah. tetapi dakwah bukan hanya semata-mata tabligh. Selain tabligh, dalam jenjang aktifitas dakwah juga mengenal taklim, yang bersifat lebih intensif dari tabligh. Ada juga takwin, yang jauh lebih intensif lagi dari taklim dan tabligh. Didalam tabligh, yang menjadi inti masalah adalah bagaimana agar sebuah informasi tentang agama Islam bisa sampai kepada objek dakwah. Tapi tidak ada tuntutan lebih jauh untuk mendalami suatu masalah itu. Berbeda dengan taklim, dimana intensitasnya lebih mendalam. Orang-orang yang masuk dalam program taklim punya beban lebih, yaitu belajar dan mendalami masalah-masalah ajaran Islam.

Setiap orang memiliki tanggungjawab untuk menyampaikan ayat-ayat atau ajaran Islam kepada saudaranya yang lain sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW sebagai berikut:
بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ اَايَةً (رواه البخارى ومسلم)
Artinya:
“sampaikan walaupun satu ayat.” (H.R. Bukhari Muslim)

ada hal-hal yang harus disiapkan dan diperhatikan sebelum seseorang menjalankan tanggungjawab untuk menyampaikan ajaran Islam. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Bersikap lemah lembut, tidak berhati besar, dan tidak merusak.
2.      Menggunakan akal dan selalu dalam koridor mengingat Allah AWT.
3.      Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.
4.      Mengutamakan musyawarah dan berdiskusi untuk memperoleh kesepakatan bersama.
5.      Materi dakwah yang disampaikan harus mempunyai dasar hukum yang kuat dan jelas sumbernya.
6.      Tidak meminta upah atas dakwah yang dilakukannya.
7.      Menyampaikan dengan ikhlas dan sabar, harus sesuai dengan waktu, pada orang dan tempat yang tepat.
8.      Tidak menghasut orang lain untuk bermusuhan, merusak, berselisih, dan mencari-cari kesalahan orang lain.
9.      Melakukan dakwah dan disertai dengan beramal shaleh atau perbuatan baik.
10.  Tidak menjelek-jelekkan atau membeda-bedakan orang lain, karena inti yang harus disampaikan dalam berdakwah adalah tentang tauhid dan ajaran Islam yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.



C.    DAKWAH

Secara bahasa (etimologi), dakwah berarti mengajak, menyeru, atau memanggil. Adapaun secara istilah (terminologi) yaitu menyeru seseorang atau masyarakat untuk mengikuti jalan yang sudah ditentukan oleh ajaran Islam berdasarkan Alquran dan Hadits untuk mencapai kebagahgiaan dunia dan akhirat.

Setiap ilmu dan pengetahuan yang dimiliki oleh setiap mukmin disampaikan meskipun satu ayat. Firman Allah dalam surat An Nahl ayat 125 yang berbunyi  : 
 
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ﴿١٢٥﴾
Artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(Q.S. An Nahl : 125)
Maksud Hikmah pada ayat tadi ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.

Ayat tersebut menyuruh kaum mukmin untuk melakukan dakwah kepada manusia untuk melakukan kabaikan. Dakwah dilaksanakan dengan tiga macam cara, pertama, dengan hikmah yaitu ucapan yang jelas dan tegas dan sikap yang bijaksana, kedua, dengan maurid atau hasanah yaitu cara persuasife (tanpa kekerasan) dan edukatif (memberikan pengajaran) dengan suri teladan atau contoh yang baik, dengan ini pendengar akan semakin yakin dan percaya apa yang telah disampaikan oleh sipendakwah sebab apa yang telah disampaikannya itu sesuai dengan tingkah lakunya sehari-hari, sehingga yang mendengarnya akan melakukan apa yang disampaikan oleh sipendakwah, dan ketiga, dengan mujadalah yaitu diskusi atau tukar pikiran yang berjalan secara dinamis dan santun serta menghargai pendapat orang lain.

Pada awalnya, Rasulullah berdakwah kepada masyarakat di sekeliling beliau yang dikenal dengan sebutan generasi sahabat. Setelah itu, dakwah Rasulullah dilanjutkan oleh genarasi berikutnya yang disebut generasi tabiin.Generasi tabiin juga meneruskan kepada generasi berikutnya, yaitu tabiit tabiin.Demikian seterusnya, sehingga dakwah Rasulullah sampai kepada generasi umat Islam di dunia sekarang ini. Generasi sekarangpun (modern) meneruskan dakwah Rasulullah kepada generasi yang akan hidup pada zaman mendatang. Pada zaman modern ini, cara menyampaikan dakwah dan sejenisnya kepada umat Islam mudah, karena sekarang sudah banyak alat-alat yang mampu untuk penyampaiannya, yaitu dengan menonton TV, mendengarkan radio, mencari di internet dan lain-lain.

Manusia hanya mampu menyampaikan atau berdakwah tentang hukum Allah kepada seluruh makhluk di alam sehingga seorang dai harus menguasai sedikitnya enam hal penting yang harus disadarinya, yaitu:


1.      Menyadari bahwa setiap manusia berkewajiban menyampaikan ajaran islam kepada manusia lainnya.
2.      Harus menyadari bahwa yang menentukan seseorang beriman atau kafir hanyalah Allah. Manusia hanya berkewajiban sebatas menyampaikan ajaran Islam tersebut.
3.      Harus menyadari bahwa banyak manusia diciptakan Allah berbeda-beda dalam segala hal.
4.      Harus menyadari bahwa manusia ada yang tidak atau belum beriman.
5.      Harus menyadari bahwa di antara manusia ada yang membantah ayat-ayat Allah sehingga harus siap terhadap risiko, termasuk dari segi mental apabila mendapatkan penolakan atau tidak diterima oleh orang lain yang belum atau tidak memahaminya.
6.      Harus siap berjihad, mengendalikan hawa nafsu, bersabar, dan siap berkorban harta dan jiwa. 



Menyusun teks dakwah

Menyusun teks untuk berdakwah memerlukan pembiasaan atau latihan agar dapat berkembang menjadi semakin baik. Hal-hal yang perlu dipersiapkan ketika akan menyusun suatu teks atau naskah dakwah adalah sebagai berikut:
1.      Membuat teks atau naskah setidaknya memiliki unsur-unsur berikut:
1)      Memberikan salam bagi jamaah yang datang.
2)      Mengucapakan hamdalah atau puji-pujian kepada Allah.
3)      Awali dengan menyampaikan ayat Alquran yang disertai membaca taawuz dan basmalah.
4)      Teks atau naskah materi dakwah setidaknya memenuhi beberapa unsur, yaitu kalimat pembuka, materi inti, kesimpulan, dan penutup.

2.      Mengucapakan dua kalimat syahadat dan shalawat atas nabi.
3.      Berwasiat (meningkatkan takwa).



D.    PERBEDAAN BERKHUTBAH DENGAN BERDAKWAH

Perbedaaan antara khutbah dan dakwah adalah sebagai berikut:

Khutbah

Dakwah

1.      Dilaksanakan secara rutin sebagaimana hari Jumat atau dua hari raya.
2.      Ada rukun dan syaratnya.
3.      Ada mimbar khusus untuk menyampaikan khutbah.
4.      Waktunya terbatas dan membutuhkan pengetahuan luas.
5.      Dilakukan secara khusus dan ada tata tertibnya.

1.      Dapat dilaksanakan  kapan saja.
2.      Tidak ada rukun dan syaratnya.
3.      Tidak ada mimbar tempat khusus pada pelaksanaan.
4.      Waktu tidak dibatasi dan siapapun boleh berdakwah.
5.      Dapat dilakukan dengan cara yang kreatif dan inovatif seperti seminar, lokakarya, pelatihan, atau sarasehan.




Sumber : http://pendidikandiri.blogspot.co.id/

Read more ...
Designed By Published.. Blogger Templates